ISTINJA DAN ISTIJMAR



BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Islam merupakan agama yang komprehensif yakni menjelaskan semua aspek kehidupan manusia, mulai dari hal yang bertalian dengan hubungan antara manusia dengan Rabbnya (Hablum min Alloh) dan juga yang bertalian dengan hubungan antara manusia dengan sesamanya (Hablum min an Nas), salah satu hal yang mendapat perhatian tinggi dari islam ialah masalah istinja’.
Setiap kegiatan ibadah umat islam pasti melakukan membersihkan terlebih dahulu mulai dari  beristinja, wudhu,  ataupun mandi. Dan tidak banyak umat islam sendiri belum mengerti atapun sudah mengerti, tetapi dalam prateknya menemui sebuah masalah ataupun keraguan atas hal yang  menimpanya. Disini kami ingin membahas serta mengulas lagi tentang hal tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian, syarat, dan sunahnya dalam istinja dan istijmar ?
2.    Apa definisi, syarat, fardu, sunah dan yang membatalkan wudhu’?
3.    Apa penyebab wajib mandi, fardu, sunah dan makruhnya mandi ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    ISTINJA DAN ISTIJMAR
a.      Pengertian istinja dan istijmar
Istinja` : (اسنتجاء) Secara bahasa, istinja` bermakna menghilangkan kotoran. Sedangkan secara istilah bermakna menghilangkan najis dengan air. Atau menguranginya dengan semacam batu. Atau bisa dikatakan sebagai penggunaan air atau batu. Atau menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur (pantat).
       Istijmar (استجمار) : Istijmar adalah menghilangkan sisa buang air dengan menggunakan batu atau benda-benda yang semisalnya.
b.      Syarat - syarat dalam istinja dan istijmar
Secara garis besarnya syarat istinja dan istijmar ada tiga yaitu :
1.      Hilang rasanya
2.      Hilang baunya
3.      Hilang warnanya
Syarat – syarat istinja’ dibagi menjadi 3 :
a)      Syarat - syarat yang berkaitan dengan benda yang dipakai istinja’
1.       Benda yang dipakai istinja’adalah benda padat dan kering, seperti batu atau tisu. Karena itu tidak sah istinja’ menggunakan benda cair, semisal air cuka.
2.      Benda yang digunakan adalah benda yang suci, bukan benda yang najis, seperti kotoran hewan atau benda yang terkena najis.
3.      Benda tersebut bisa menghilangkan kotoran yang keluar, maka dari itu tidak sah beristinja’ dengan menggunakan benda yang yang halus, seperti debu yang lembut atau pohon bamboo yang halus.
4.      Benda tersebut tidak dimuliakan, jadi tidak boleh dan tidak sah istinja’ dengan benda yang dimuliakan, semisal kertas yang bertuliskan nama Alloh, malaikat atau nama para rosul dan nabi, contoh lainnya seperti kitab – kitab atau buku – buku tentang ilmu agama, seperti tafsir, hadits dan fiqih.       
b)      Syarat – syarat yang berkaitan dengan penggunaan benda – benda yang dipakai istinja’
1.      Menggunakan 3 batu/sejenisnya atau 3 sisinya, jadi tidak boleh kurang dari 3 kali usapan. apabila sudah mencukupi, jika belum cukup maka harus diusap lagi sanpai kotorannya tidak ada.
2.      Benda yang digunakan istinja’ tersebut mampu menghilangkan kotoran hingga tak tersisa lagi kecuali bekasnya saja, namun disunatkan untuk menghilangkan bekasnya juga. Jadi tidak mencukupi beristinja’ dengan benda yang lembut yang tak mampu membersihkan kotoran, semisal dengan kaca atau plastik.

c)      Syarat – syarat yang berkaitan dengan najis yang keluar ketika buang air
1.      Najis yang menempel belum sampai kering, apabila sudah kering harus disiram dengan air sampai suci dan tidak cukup hanya dengan batu.
2.      Najis yang keluar tidak berpindah ke tempat lain, semisal pindah ke paha, apabila berpindah maka istinja’nya harus dengan air.
3.      Najis tersebut tidak bertemu/bercampur dengan najis lain, semisal terkena kotoran binatang, apabila bercampur dengan najis lain, istinja’nya harus dengan air.
4.      Tinja yang keluar tidak melewati lubang dubur dan air kecing yang keluar tidak melewati hasyafah (bagian ujung penis yang terlihat setelah dikhitan). Jika sampai melewati maka harus istinja’ dengan air.
5.      Kotoran yang keluar tidak terkena air, apabila terkena air harus istinja’ dengan air.

c.       Sunah dalam istinja dan istijmar
1.      Sunah - sunah istinja
a.        Menggunakan tangan kiri dan dimakruhkan dengan tangan kanan. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :                                                                                          :                 
“ Dari Abi Qatadah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila kamu kencing maka jangan menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan. Bila buang air besar jangan cebok dengan tangan kanan. Dan jangan minum dengan sekali nafas".(HR. Muttafaq ‘alaihi).
b.      Istitar atau memakai tabir penghalang agar tidak terlihat orang lain.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah  SAW :                                                                    :                                                                                                           
"Bila kamu buang air hendaklah beristitar (menutup tabir). Bila tidak ada tabir maka menghadaplah ke belakang”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
c.       Tidak membaca tulisan yang mengandung nama Allah SWT Atau nama yang diagungkan seperti nama para malaikat. Atau nama nabi SAW. Dalilnya adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW bila masuk ke tempat buang hajat, beliau mencopot cincinnya. Sebab di cincin itu terukir kata "Muhammad Rasulullah" Dari Anas bin Malik ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila masuk ke WC meletakkan cincinnya. (HR. Arba’ah)
d.      Tidak Menghadap Kiblat, Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW,
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila kamu mendatangi tempat buang air, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya."(HR. Bukhari dan Muslim)
1. Ket. Posisi kiblat di Madinah adalah menghadap ke Selatan, sedangkan membelakangi kiblat berarti menghadap ke Utara. Sedangkan menghadap ke barat dan timur artinya tidak menghadap kiblat dan juga tidak membelakanginya.                        .
2. Tempat buang air di masa lalu bukan berbentuk kamar mandi yang tertutup melainkan tempat terbuka yang sepi tidak dilalui orang-orang. Sedangkan bila tempatnya tertutup seperti kamar mandi di zaman kita sekarang ini, tidak dilarang bila sampai menghadap kiblat atau membelakanginya. Dasarnya adalah hadits berikut ini
Dari JAbir ra berkata bahwa Nabi SAW melarang kita menghadap kiblat saat kencing. Namun aku melihatnya setahun sebelum kematiannya menghadap kiblat. (HR.Tirmizy)".         .
Kemunginan saat itu beliau SAW buang air di ruang yang tertutup yang khusus dibuat untuk buang air.
e.      Istibra`
f.        Masuk tempat buang air dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan.
Dan disunnahkan ketika masuk membaca doa : Bismillahi auzu bika minal khubutsi wal khabaits". Maknanya : Dengan nama Allah, aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki dan syetan perempuan.       
Ketika keluar disunnahkan untuk membaca lafaz :Ghufraanaka, alhamdulillahillazi azhaba `anni al-aza wa `aafaani". Maknanya : Mohon ampunanmu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan menyembuhkanku.
g.       Tidak Sambil Berbicara, Dari Jabir bin Abdillah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila dua orang diantara kamu buang air, hendaklah saling membelakangi dan jangan berbicara. Karena sesunguhnya Allah murka akan hal itu."
2.      Sunah - sunah istijmar
a.       Wajib menggunakan minimal tiga batu atau tiga lembar tisu, dan seterusnya. Karenanya jika dengan dua batu saja najis sudah hilang maka wajib untuk menambah batu ketiga, karena tidak boleh istijmar kurang dari tiga batu berdasarkan hadits Salman di atas. Ini adalah pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ishaq bin Rahawaih.
b.      Karenanya tidak boleh istijmar dengan menggunakan satu batu besar lalu mengusap najis pada ketiga sisi batu tersebut.
c.       Wajibnya untuk mengganjilkan jumlah batu yang dipakai istijmar berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas. Karenanya jika najisnya sudah hilang hanya dengan 4 batu maka dia wajib untuk menambah batu kelima, dan demikian seterusnya.
3.      Syarat  sahnya  istinja’ dan  istijmar  dengan air,  batu  dan  lainnya.
Air yang sah dipakai untuk istinja’ mempunya 2 Syarat  :
Pertama   : Air tersebut suci dan mensucikan. Maka tidak sah beristinja’ dengan air yang suci saja sebagaimana ia juga tidak sah dipakai untuk menghilangkan najis.
Kedua       : Air tersebut dapat menghilangkan najis. Bila ia mempunyai air sedikit yang tidak dapat menghilangkan najis dari tempatnya sehingga tempat tersebut dapat kembali sebagaimana sebelum najisnya, maka air tersebut - dalam hal ini tidak dapat digunakan. Adapun batu atau semacamnya yang dapat menggantikan air, walaupun pada saat itu terdapat air. Akan tetapi yang lebih afdhal ( utama ) adalah menggunakan air ; dan yang lebih utama lagi adalah menggabungkan antara air dan batu.
Sesuatu yang digunakan untuk istijmar itu disyaratkan hendaknya :
1.   Benda tersebut padat dan suci. Mka tidak sah ber – istijmar dengan menggunakan benda yang mutanajjis.
2.   Benda tersebut dapat melucuti najis. Maka tidaklah sah dengan menggunakan sesuatu yang tidak dapat melucuti najis itu, seperti benda licin dan benda lunak.
3.   Benda tersebut tidak basah. Jika benda itu basah selain karena terkena keringat, maka hal itu tidak sah.
4.   Benda tersebut dipandang tidak berharga menurut syara’. Maka tidak sah beristijmar dengan menggunakan sesuatu yang berharga, seperti roti dan tulang. Yang termasuk sesuatu yang berharga menurut syara’ adalah sesuatu yang bertuliskan ilmu syari’at, seperti fiqh dan hadits, atau alat wasilahnya, seperti nahwu, sharaf, ilmu hitung, ilmu kedokteran dan ilmu ‘arudh. Sedangkan apabila yang tertulis itu bukan seperti apa yang telah disebutkan diatas, maka benda tersebut bukanlah termasuk yang berharga, bila didalamnya itu tidak terdapat tulisan Al – qur’an dan sesuatu yang berharga lainnya.
 Diantara benda berharga lainnya adalah sesuatu yang didalamnya bertuliskan nama yang diagungkan. Yang dimaksud dengan nama yang diagungkan adalah seperti Abu Bakar, Umar dan sebagainya. Diantara yang berharga lainnya juga adalah masjid, maka tidak boleh ber – istijmar dengan menggunakan salah satu bagian daripada masjid. seperti batunya dan kayunya. Walaupun batu dan kayu itu telah terpisah dari masjid tersebut selama ia masih disandarkan padanya.
Adapun untuk kotoran yang keluar disyaratkan hendaknya :
1.   Ia tidak kering, karena najis yang kering itu dapat dihilangkan dengan menggunakan batu dan yang semacamnya.
2.   Tidak terkena najis yang lain atau sesuatu yang suci lainnya selain air keringat.
3.   Tidak melebihi batas shafhah (untuk kotoran tahi) dan tidak melebihi batas hasyafah (untuk kotoran kencing).
Yang dimaksud shafhah adalah bagian daging tebal dari kedua belah pantat yang menyatu rapat ketika berdiri. Sedangkan Hasyafah adalah bagian dzakar yang terdapat diatas tempat khitan (kepala dzakar).
Ini berlaku apabila yang beristijmar itu seorang laki – laki. Sedangkan apabila yang ber – istijmar seorang wanita, maka syarat sahnya mengusap dengan batu dan yang semacamnya adalah hendaknya kotoran itu tidak melebihi daerah yang tampak disaat duduk, bila wanita itu masih gadis. Dan hendaknya tidak sampai pada daerah setelah itu dibagian dalamnya bila seorang yang sudah kawin. Jika tidak, maka bagi kedua wanita tersebut ditentukan dengan menggunakan air, sebagaimana air itu juga ditentukan bagi orang yang masih kulup, bila air kencingnya itu sampai mengena kulitnya.
Didalam mengusap (menggosok) dengan batu dan sebagainya disyaratkan tidak kurang dari tiga kali usapan yang setiap kalinya dapat merata keseluruh tempat, walaupun dengan menggunakan ketiga sisi yang terdapat pada satu batu. Maka tidaklah cukup bila kurang dari tiga kali sekalipun dapat membersihkan tempat tersebut. Apabila dengan tiga kali masih belum juga bersih, maka hendaknya ditambah lagi sehingga dengan tambahan itu menjadi bersih dimana najis itu tidak lagi tersisa kecuali bekasnya yang tidak dapat dihilangkan kecuali dengan menggunakan air, atau tembikar kecil.

B.     WUHU
a.    Defenisi wudhu
Wudhu menurut bahasa adalah kebersihan, sedangkan menurut syariah adalah beribadah kepada Allah SWT, dengan membasuh empat anggota badan dengan cara khusus. Oleh karena itu, orang yang membasuh anggota tubuhnya untuk diajarkan kepada orang lain. Tidak di anggap wudhu karena, menurut syariah, harus ada niat untuk ibadah kepada Allah SWT
Berwudhu ini tegas di syariatkan berdasarkan tiga macam alasan :
Ø  Alasan Pertama, kitab suci Al-Qur’an Firman Allah SWT.
Hai orang-orang  beriman! Jika kami hendak berdiri melakukan sholat, basuhilah mukamu dan tanganmu sampai kesiku, lalu sapulan kepalamu dan basuh kakimu hingga dua mata kaki”. (Q.S. Al-Maidah : 6)
Ø  Alasan Kedua,  Sunah. Di riwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :“Allah tidak menerima sholat seseorang diantaramu bila ia berhadast, sampai ia berwudhu”.
Ø  Alasan Tiga, Ijma’. Telah terjalin kesepakatan kaum muslimin atas di syari’atkan wudhu, semenjak zaman Rosulullah SAW. Hingga sekarang ini, hingga tak dapat disangkai lagi bahwa ia adalah ketentuan yang berasal dari agama
b.      Syarat wudhu
Syarat-syarat wudhu dibagi menjadi 3 bagian :
1. Syarat wajib wudhu
Adalah syarat yang diwajibkan orang mukallaf untuk berwudhu, dimana apabila syarat atau sebagian padanya hilang, ia tidak wajib melakukan wudhu.
Adapaun syarat wajib wudhu, antara lain :
a.       Baligh/dewasa
b.      Masuk waktu sholat
c.       Bukan orang yang mempunyai wudhu
d.      Mampu melaksanakan wudhu.
2. Syarat sah wudhu
Antara lain :
a.    Air yang digunakan adalah thahur (mensucikan)
b.    Orang yang berwudhu itu mumayyiz
c.    Tidak terdapat penghalang yang dapat menghalangi sampainya air ke anggota wudhu yang hendak dibasuh
3.   Syarat wajib dan sahnya sekaligus antara lain :
Adapun syarat wajib dan sahnya sekaligus, antara lain :
a.       Akil / berakal
b.      Sucinya perempuan dari darah dan nifas
c.       Tidak tidur atau lupa
d.      Islam
c.       Fardu wudhu
Wudhu itu mempunyai Fardhu dan rukun, rukun dari mana hakikatnya dapat tersusun dan seandainya salah satu diantaranya ketinggalan, tiadalah wudhu itu terwujud dan tidak dipandang sah menurut agama.
Perinciannya adalah sebagai berikut :
a.  Niat, maksudnya ialah kemauan tertuju terhadap perbuatan,, demi mengharapkan keridhoan Allah dan mematuhi peraturannya.
b.  Membasuh muka.
c.   Mencuci kedua tangan hingga siku.
d.   Mengusap kepala.
e.    Mencuci kedua kaki hingga mata kaki.
f.     Tertib
d.      Sunah - sunah wudhu
Yaitu ucapan atau perbuatan yang terus menerus dilakukan oleh Nabi SAW, dan tiada pula dicegah orang meninggalkannya.
Adapun sunahnya wudhu ada 10 perkara yaitu :
a.       Membaca basmalah pada permulaannya.
b.      Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangannya.
c.       Berkumur sesudah membasuh kedua telapak tangan.
d.      Meratakan didalam mengusap kepala.
e.       Mengusap bagian kedua tangan.
f.        Memasukan air ke dalam sela-sela rambut jenggot.
g.       Memasukan air pada sela-sela jari tangan dan kaki.
h.       Mendahulukan anggota wudhu yang kanan dari pada yang kiri.
i.         Mengulang 3 kali pada setiap anggota yang dibasuh atau diusap.
j.         Sambung-menyambung

e.       Yang membatalkan wudhu
Ada berapa hal yang menyebabkan batalnya wudhu dan menghalanginya untuk mencapai faedah yang dimaksud. Sebagai berikut :
a. Sesuatu yang keluar dari salah satu kedua jalan baik depan maupun belakang (Qubul / Dubur). Termasuk didalamnya :
-          Kencing
-          Buang air besar
-          Angin dubur yakni kentut
-          Mani
-          Madzi
-          Wadi
b.      Tidur nyenyak hingga tiada kesadaran lagi, tanpa tetapnya pinggul diatas lantai.
c.       Hilang akal, baik karena gila, pingsan, mabuk, kesurupan, ayan, dll.
d.      Menyentuh kemaluan tanpa ada batas dengan lawan jenis ataupun tidak

C.    MANDI
a.      Penyebab mandi wajib
Mandi itu diwajibkan atas 5 perkara :
a.  Keluar air mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-laki atau wanita.
b.  Hubungan kelamin, yaitu memasukan alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita, walau tidak sampai keluar air mani.
Firman Allah Ta’ala : “jika kamu junub, hendaklah kamu bersuci”.
c.   Terhentinya haid dan nifas.
d.   Mati, bila seorang menemui ajal wajiblah memandikannya berdasarkan ijma’.
e.    Orang kafir bila masuk islam
b.      Rukun (Fardhu) dan Syarat-syarat Mandi Besar.
Rukun mandi besar ada 2 antara lain :
a.  Niat (bersamaan dengan membasuh permulaan anggota tubuh).
b.  Membasuh air dengan tata keseluruhan tubuh, yakni dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Sedangkan syarat-syarat mandi besar yaitu Antara lain :
a. Beragama islam
b. Sudah tammyiz
c. Bersih dari haid dan nifas
d. Bersih dari sesuatu yang menghalangi sampainya air pada seluruh anggota tubuh seperti cat, lilin dan sebagainya
e.  Pada anggota tubuh harus tidak ada sesuatu yang bisa merubah sifat air untuk mandi seperti minyak wangi dan lainnya
f.  Harus mengerti bahwa mandi besar hukumnya fardhu (wajib)
g.  Salah satu dari rukun-rukun mandi tidak boleh di I’tikadkan sunah
h.  Air yang digunakan harus suci dan mensucikan

c.       Sunah-sunah mandi wajib
Disunahkan bagi yang mandi memperhatikan perbuatan rosulullah SAW ketika mandi itu, hingga ia mengerjakan sebagai berikut :
a.   Mulai dari mencuci kedua tangan hingga dua kali
b.   Kemudian membasuh kemaluan
c.   Lalu berwudhu secara sempurna seperti halnya wudhu buat sholat. Dan ia boleh  menangguhkan membasuh kedua kaki sampai selesai mandi, bila ia mandi itu pasutembaga dll.
d.   Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali sambil menyela-nyela rambut agar air sampai membasahi urat-uratnya.
e.   Lalu mengalirkan air keseluruh badan memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri tanpa mengabaikan dua ketiak, bagian dalam telinga, pusar dan jari-jari kaki serta mengasah anggota tubuh yang dapat digosok

d.      Hal – Hal yang makruh dalam madi
Hal – hal yang makruh dalam melakukan mandi di antaranya adalah :
1. Berlebih-lebihan dalam menggunakan air.

Rasulullah Salallahu’alaihi Wasallam mandi dengan air seukuran satu sha’, yaitu empat mud (empat cidukan telapak tangan).
2. Mandi di tempat yang bernajis, karena dikhawatirkan terkena najis.

3. Mandi dengan bekas air mandi istri.

Hal ini berdasarkan larangan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wasallam akan hal itu, sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

4. Mandi tanpa ada penutup.

Hal ini bisa seperti dinding atau semisalnya, berdasarkan perkataan Maimunah, “Aku menaruh air untuk Nabi Salallahu’alaihi Wasallam dan aku menutupi beliau dan beliau mandi,” (HR Al-Bukhari: 1/84). Seandainya mandi tanpa ada penutup itu tidak makruh, tentu Maimunah tidak akan menutupi Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wasallam karena beliau bersabda:

Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla itu Maha Pemalu, Maha Tertutup (Suci), dan mencintai sifat malu, maka apabila salah seorang di antara kalian mandi, hendaklah dia menutupi dirinya,” (HR An-Nasa’i: 1/200).

5. Mandi di air tergenang yang tidak mengalir, hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wasallam:

Janganlah seorang di antara kalian mandi di air yang tergenang, sedang dia mandi junub,” (HR Muslim: 226). Wallahu’alam bish shawwab.




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Istinja` : (اسنتجاء) Secara bahasa, istinja` bermakna menghilangkan kotoran. Sedangkan secara istilah bermakna menghilangkan najis dengan air. Atau menguranginya dengan semacam batu. Atau bisa dikatakan sebagai penggunaan air atau batu. Atau menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur (pantat).
       Istijmar (استجمار) : Istijmar adalah menghilangkan sisa buang air dengan menggunakan batu atau benda-benda yang semisalnya.
Secara garis besarnya syarat istinja dan istijmar ada tiga yaitu :
1.      Hilang rasanya
2.      Hilang baunya
3.      Hilang warnanya
Wudhu menurut bahasa adalah kebersihan, sedangkan menurut syariah adalah beribadah kepada Allah SWT, dengan membasuh empat anggota badan dengan cara khusus. Oleh karena itu, orang yang membasuh anggota tubuhnya untuk diajarkan kepada orang lain. Tidak di anggap wudhu karena, menurut syariah, harus ada niat untuk ibadah kepada Allah SWT
Berwudhu ini tegas di syariatkan berdasarkan tiga macam alasan :
Ø  Alasan Pertama, kitab suci Al-Qur’an Firman Allah SWT.
Hai orang-orang  beriman! Jika kami hendak berdiri melakukan sholat, basuhilah mukamu dan tanganmu sampai kesiku, lalu sapulan kepalamu dan basuh kakimu hingga dua mata kaki”. (Q.S. Al-Maidah : 6)
Ø  Alasan Kedua,  Sunah. Di riwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :“Allah tidak menerima sholat seseorang diantaramu bila ia berhadast, sampai ia berwudhu”.
Ø  Alasan Tiga, Ijma’. Telah terjalin kesepakatan kaum muslimin atas di syari’atkan wudhu, semenjak zaman Rosulullah SAW. Hingga sekarang ini, hingga tak dapat disangkai lagi bahwa ia adalah ketentuan yang berasal dari agama
Mandi itu diwajibkan atas 5 perkara :
a.  Keluar air mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-laki atau wanita.
b.  Hubungan kelamin, yaitu memasukan alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita, walau tidak sampai keluar air mani.
Firman Allah Ta’ala : “jika kamu junub, hendaklah kamu bersuci”.
c.   Terhentinya haid dan nifas.
d.   Mati, bila seorang menemui ajal wajiblah memandikannya berdasarkan ijma’.
e.    Orang kafir bila masuk islam
Mandi adalah meratakan atau mengalirkan air keseluruh tubuh. Sedangkan mandi besar / junub /wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut keseluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadast besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat.





DAFTAR PUSTAKA
·         Rasyid, Sulaiman.2007. Fiqih Islam: Sinar Baru Algensindo: Bandung
·          Sayyid, Sabiq.Abdullah dkk.1984.Fiqih sunnah jilid I.Mulyaco:Yogyakarta
·         http://choromaster.com/2013/08/21/fiqih-praktis-bab-6-mandi-wajib/

Oleh : M. Syarifuddin Hapsari
           Irwano Boka
           Husniyah

Post a Comment

0 Comments