BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam
merupakan agama yang komprehensif yakni menjelaskan semua aspek kehidupan
manusia, mulai dari hal yang bertalian dengan hubungan antara manusia dengan
Rabbnya (Hablum min Alloh) dan juga yang bertalian dengan hubungan antara
manusia dengan sesamanya (Hablum min an Nas), salah satu hal yang mendapat
perhatian tinggi dari islam ialah masalah istinja’.
Setiap kegiatan
ibadah umat islam pasti melakukan membersihkan terlebih dahulu mulai dari beristinja, wudhu, ataupun mandi. Dan tidak banyak umat islam
sendiri belum mengerti atapun sudah mengerti, tetapi dalam prateknya menemui
sebuah masalah ataupun keraguan atas hal yang
menimpanya. Disini kami ingin membahas serta mengulas lagi tentang hal
tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian, syarat, dan sunahnya dalam istinja dan istijmar ?
2.
Apa
definisi, syarat, fardu, sunah dan yang membatalkan wudhu’?
3.
Apa
penyebab wajib mandi, fardu, sunah dan makruhnya mandi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ISTINJA
DAN ISTIJMAR
a.
Pengertian
istinja dan istijmar
Istinja` : (اسنتجاء)
Secara bahasa, istinja` bermakna menghilangkan kotoran. Sedangkan secara
istilah bermakna menghilangkan najis dengan air. Atau menguranginya dengan
semacam batu. Atau bisa dikatakan sebagai penggunaan air atau batu. Atau
menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur (pantat).
Istijmar (استجمار) : Istijmar adalah menghilangkan sisa buang air dengan menggunakan batu atau benda-benda yang semisalnya.
Istijmar (استجمار) : Istijmar adalah menghilangkan sisa buang air dengan menggunakan batu atau benda-benda yang semisalnya.
b.
Syarat
- syarat dalam istinja dan istijmar
Secara garis besarnya
syarat istinja dan istijmar ada tiga yaitu :
1. Hilang
rasanya
2. Hilang
baunya
3. Hilang
warnanya
Syarat –
syarat istinja’ dibagi menjadi 3 :
a) Syarat -
syarat yang berkaitan dengan benda yang dipakai istinja’
1. Benda yang dipakai istinja’adalah benda padat
dan kering, seperti batu atau tisu. Karena itu tidak sah istinja’ menggunakan
benda cair, semisal air cuka.
2. Benda yang
digunakan adalah benda yang suci, bukan benda yang najis, seperti kotoran hewan
atau benda yang terkena najis.
3. Benda
tersebut bisa menghilangkan kotoran yang keluar, maka dari itu tidak sah
beristinja’ dengan menggunakan benda yang yang halus, seperti debu yang lembut
atau pohon bamboo yang halus.
4. Benda
tersebut tidak dimuliakan, jadi tidak boleh dan tidak sah istinja’ dengan benda
yang dimuliakan, semisal kertas yang bertuliskan nama Alloh, malaikat atau nama
para rosul dan nabi, contoh lainnya seperti kitab – kitab atau buku – buku
tentang ilmu agama, seperti tafsir, hadits dan fiqih.
b) Syarat –
syarat yang berkaitan dengan penggunaan benda – benda yang dipakai istinja’
1. Menggunakan
3 batu/sejenisnya atau 3 sisinya, jadi tidak boleh kurang dari 3 kali usapan.
apabila sudah mencukupi, jika belum cukup maka harus diusap lagi sanpai
kotorannya tidak ada.
2. Benda yang
digunakan istinja’ tersebut mampu menghilangkan kotoran hingga tak tersisa lagi
kecuali bekasnya saja, namun disunatkan untuk menghilangkan bekasnya juga. Jadi
tidak mencukupi beristinja’ dengan benda yang lembut yang tak mampu membersihkan
kotoran, semisal dengan kaca atau plastik.
c) Syarat –
syarat yang berkaitan dengan najis yang keluar ketika buang air
1.
Najis yang menempel belum sampai
kering, apabila sudah kering harus disiram dengan air sampai suci dan tidak
cukup hanya dengan batu.
2.
Najis yang keluar tidak berpindah ke
tempat lain, semisal pindah ke paha, apabila berpindah maka istinja’nya harus
dengan air.
3.
Najis tersebut tidak
bertemu/bercampur dengan najis lain, semisal terkena kotoran binatang, apabila
bercampur dengan najis lain, istinja’nya harus dengan air.
4.
Tinja yang keluar tidak melewati
lubang dubur dan air kecing yang keluar tidak melewati hasyafah (bagian ujung
penis yang terlihat setelah dikhitan). Jika sampai melewati maka harus istinja’
dengan air.
5.
Kotoran yang keluar tidak terkena
air, apabila terkena air harus istinja’ dengan air.
c.
Sunah
dalam istinja dan istijmar
1. Sunah
- sunah istinja
a.
Menggunakan tangan kiri dan dimakruhkan dengan
tangan kanan. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
:
“ Dari Abi Qatadah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila kamu kencing maka jangan menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan. Bila buang air besar jangan cebok dengan tangan kanan. Dan jangan minum dengan sekali nafas".(HR. Muttafaq ‘alaihi).
“ Dari Abi Qatadah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila kamu kencing maka jangan menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan. Bila buang air besar jangan cebok dengan tangan kanan. Dan jangan minum dengan sekali nafas".(HR. Muttafaq ‘alaihi).
b.
Istitar atau memakai
tabir penghalang agar tidak terlihat orang lain.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : :
"Bila kamu buang air hendaklah beristitar (menutup tabir). Bila tidak ada tabir maka menghadaplah ke belakang”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : :
"Bila kamu buang air hendaklah beristitar (menutup tabir). Bila tidak ada tabir maka menghadaplah ke belakang”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
c.
Tidak membaca tulisan
yang mengandung nama Allah SWT Atau nama yang diagungkan seperti nama para
malaikat. Atau nama nabi SAW. Dalilnya adalah apa yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW bila masuk ke tempat buang hajat, beliau mencopot cincinnya.
Sebab di cincin itu terukir kata "Muhammad Rasulullah" Dari Anas bin
Malik ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila masuk ke WC meletakkan cincinnya.
(HR. Arba’ah)
d.
Tidak Menghadap Kiblat,
Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW,
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila kamu mendatangi tempat buang air, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya."(HR. Bukhari dan Muslim)
1. Ket. Posisi kiblat di Madinah adalah menghadap ke Selatan, sedangkan membelakangi kiblat berarti menghadap ke Utara. Sedangkan menghadap ke barat dan timur artinya tidak menghadap kiblat dan juga tidak membelakanginya. .
2. Tempat buang air di masa lalu bukan berbentuk kamar mandi yang tertutup melainkan tempat terbuka yang sepi tidak dilalui orang-orang. Sedangkan bila tempatnya tertutup seperti kamar mandi di zaman kita sekarang ini, tidak dilarang bila sampai menghadap kiblat atau membelakanginya. Dasarnya adalah hadits berikut ini
Dari JAbir ra berkata bahwa Nabi SAW melarang kita menghadap kiblat saat kencing. Namun aku melihatnya setahun sebelum kematiannya menghadap kiblat. (HR.Tirmizy)". .
Kemunginan saat itu beliau SAW buang air di ruang yang tertutup yang khusus dibuat untuk buang air.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila kamu mendatangi tempat buang air, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya."(HR. Bukhari dan Muslim)
1. Ket. Posisi kiblat di Madinah adalah menghadap ke Selatan, sedangkan membelakangi kiblat berarti menghadap ke Utara. Sedangkan menghadap ke barat dan timur artinya tidak menghadap kiblat dan juga tidak membelakanginya. .
2. Tempat buang air di masa lalu bukan berbentuk kamar mandi yang tertutup melainkan tempat terbuka yang sepi tidak dilalui orang-orang. Sedangkan bila tempatnya tertutup seperti kamar mandi di zaman kita sekarang ini, tidak dilarang bila sampai menghadap kiblat atau membelakanginya. Dasarnya adalah hadits berikut ini
Dari JAbir ra berkata bahwa Nabi SAW melarang kita menghadap kiblat saat kencing. Namun aku melihatnya setahun sebelum kematiannya menghadap kiblat. (HR.Tirmizy)". .
Kemunginan saat itu beliau SAW buang air di ruang yang tertutup yang khusus dibuat untuk buang air.
e.
Istibra`
f.
Masuk tempat buang air
dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan.
Dan disunnahkan ketika masuk membaca doa : Bismillahi auzu bika minal khubutsi wal khabaits". Maknanya : Dengan nama Allah, aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki dan syetan perempuan.
Ketika keluar disunnahkan untuk membaca lafaz :Ghufraanaka, alhamdulillahillazi azhaba `anni al-aza wa `aafaani". Maknanya : Mohon ampunanmu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan menyembuhkanku.
Dan disunnahkan ketika masuk membaca doa : Bismillahi auzu bika minal khubutsi wal khabaits". Maknanya : Dengan nama Allah, aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki dan syetan perempuan.
Ketika keluar disunnahkan untuk membaca lafaz :Ghufraanaka, alhamdulillahillazi azhaba `anni al-aza wa `aafaani". Maknanya : Mohon ampunanmu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dariku dan menyembuhkanku.
g.
Tidak Sambil Berbicara,
Dari Jabir bin Abdillah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila
dua orang diantara kamu buang air, hendaklah saling membelakangi dan jangan
berbicara. Karena sesunguhnya Allah murka akan hal itu."
2. Sunah
- sunah istijmar
a. Wajib
menggunakan minimal tiga batu atau tiga lembar tisu, dan seterusnya. Karenanya
jika dengan dua batu saja najis sudah hilang maka wajib untuk menambah batu
ketiga, karena tidak boleh istijmar kurang dari tiga batu berdasarkan hadits
Salman di atas. Ini adalah pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ishaq bin
Rahawaih.
b.
Karenanya tidak boleh istijmar
dengan menggunakan satu batu besar lalu mengusap najis pada ketiga sisi batu
tersebut.
c. Wajibnya
untuk mengganjilkan jumlah batu yang dipakai istijmar berdasarkan hadits Abu
Hurairah di atas. Karenanya jika najisnya sudah hilang hanya dengan 4 batu maka
dia wajib untuk menambah batu kelima, dan demikian seterusnya.
3.
Syarat sahnya istinja’ dan istijmar dengan air,
batu dan lainnya.
Air yang sah
dipakai untuk istinja’ mempunya 2 Syarat :
Pertama
: Air tersebut suci dan mensucikan. Maka tidak sah beristinja’ dengan air
yang suci saja sebagaimana ia juga tidak sah dipakai untuk menghilangkan najis.
Kedua
: Air tersebut dapat menghilangkan
najis. Bila ia mempunyai air sedikit yang tidak dapat menghilangkan najis dari
tempatnya sehingga tempat tersebut dapat kembali sebagaimana sebelum najisnya,
maka air tersebut - dalam hal ini tidak dapat digunakan. Adapun batu atau
semacamnya yang dapat menggantikan air, walaupun pada saat itu terdapat air.
Akan tetapi yang lebih afdhal ( utama ) adalah menggunakan air ; dan yang lebih
utama lagi adalah menggabungkan antara air dan batu.
Sesuatu yang
digunakan untuk istijmar itu disyaratkan hendaknya :
1. Benda tersebut
padat dan suci. Mka tidak sah ber – istijmar dengan menggunakan benda
yang mutanajjis.
2. Benda tersebut
dapat melucuti najis. Maka tidaklah sah dengan menggunakan sesuatu yang tidak
dapat melucuti najis itu, seperti benda licin dan benda lunak.
3. Benda tersebut
tidak basah. Jika benda itu basah selain karena terkena keringat, maka hal itu
tidak sah.
4. Benda tersebut
dipandang tidak berharga menurut syara’. Maka tidak sah beristijmar dengan
menggunakan sesuatu yang berharga, seperti roti dan tulang. Yang termasuk
sesuatu yang berharga menurut syara’ adalah sesuatu yang bertuliskan ilmu
syari’at, seperti fiqh dan hadits, atau alat wasilahnya, seperti nahwu, sharaf,
ilmu hitung, ilmu kedokteran dan ilmu ‘arudh. Sedangkan apabila yang tertulis
itu bukan seperti apa yang telah disebutkan diatas, maka benda tersebut
bukanlah termasuk yang berharga, bila didalamnya itu tidak terdapat tulisan Al
– qur’an dan sesuatu yang berharga lainnya.
Diantara
benda berharga lainnya adalah sesuatu yang didalamnya bertuliskan nama yang
diagungkan. Yang dimaksud dengan nama yang diagungkan adalah seperti Abu Bakar,
Umar dan sebagainya. Diantara yang berharga lainnya juga adalah masjid, maka
tidak boleh ber – istijmar dengan menggunakan salah satu bagian daripada
masjid. seperti batunya dan kayunya. Walaupun batu dan kayu itu telah terpisah
dari masjid tersebut selama ia masih disandarkan padanya.
Adapun untuk
kotoran yang keluar disyaratkan hendaknya :
1. Ia tidak kering,
karena najis yang kering itu dapat dihilangkan dengan menggunakan batu dan yang
semacamnya.
2. Tidak terkena
najis yang lain atau sesuatu yang suci lainnya selain air keringat.
3. Tidak melebihi
batas shafhah (untuk kotoran tahi) dan tidak melebihi batas hasyafah (untuk
kotoran kencing).
Yang
dimaksud shafhah adalah bagian daging tebal dari kedua belah pantat yang
menyatu rapat ketika berdiri. Sedangkan Hasyafah adalah bagian
dzakar yang terdapat diatas tempat khitan (kepala dzakar).
Ini berlaku
apabila yang beristijmar itu seorang laki – laki. Sedangkan apabila yang ber –
istijmar seorang wanita, maka syarat sahnya mengusap dengan batu dan yang
semacamnya adalah hendaknya kotoran itu tidak melebihi daerah yang tampak
disaat duduk, bila wanita itu masih gadis. Dan hendaknya tidak sampai pada
daerah setelah itu dibagian dalamnya bila seorang yang sudah kawin. Jika tidak,
maka bagi kedua wanita tersebut ditentukan dengan menggunakan air, sebagaimana
air itu juga ditentukan bagi orang yang masih kulup, bila air kencingnya itu
sampai mengena kulitnya.
Didalam
mengusap (menggosok) dengan batu dan sebagainya disyaratkan tidak kurang dari
tiga kali usapan yang setiap kalinya dapat merata keseluruh tempat, walaupun
dengan menggunakan ketiga sisi yang terdapat pada satu batu. Maka tidaklah
cukup bila kurang dari tiga kali sekalipun dapat membersihkan tempat tersebut.
Apabila dengan tiga kali masih belum juga bersih, maka hendaknya ditambah lagi
sehingga dengan tambahan itu menjadi bersih dimana najis itu tidak lagi tersisa
kecuali bekasnya yang tidak dapat dihilangkan kecuali dengan menggunakan air,
atau tembikar kecil.
B.
WUHU
a.
Defenisi
wudhu
Wudhu menurut bahasa adalah kebersihan, sedangkan
menurut syariah adalah beribadah kepada Allah SWT, dengan membasuh empat
anggota badan dengan cara khusus. Oleh karena itu, orang yang membasuh anggota
tubuhnya untuk diajarkan kepada orang lain. Tidak di anggap wudhu karena,
menurut syariah, harus ada niat untuk ibadah kepada Allah SWT
Berwudhu ini tegas di syariatkan berdasarkan tiga
macam alasan :
Ø
Alasan
Pertama, kitab suci Al-Qur’an Firman Allah SWT.
“Hai
orang-orang beriman! Jika kami hendak berdiri melakukan
sholat, basuhilah mukamu dan tanganmu sampai kesiku, lalu sapulan kepalamu dan
basuh kakimu hingga dua mata kaki”. (Q.S. Al-Maidah : 6)
Ø
Alasan Kedua, Sunah. Di riwayatkan oleh Abu Hurairah ra.
Bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :“Allah
tidak menerima sholat seseorang diantaramu bila ia berhadast, sampai ia
berwudhu”.
Ø
Alasan Tiga, Ijma’.
Telah terjalin kesepakatan kaum muslimin atas di syari’atkan wudhu, semenjak
zaman Rosulullah SAW. Hingga sekarang ini, hingga tak dapat disangkai lagi
bahwa ia adalah ketentuan yang berasal dari agama
b.
Syarat
wudhu
Syarat-syarat
wudhu dibagi menjadi 3 bagian :
1. Syarat wajib
wudhu
Adalah
syarat yang diwajibkan orang mukallaf untuk berwudhu, dimana apabila syarat
atau sebagian padanya hilang, ia tidak wajib melakukan wudhu.
Adapaun syarat wajib wudhu, antara
lain :
a. Baligh/dewasa
b. Masuk waktu sholat
c. Bukan orang
yang mempunyai wudhu
d. Mampu melaksanakan wudhu.
2. Syarat sah
wudhu
Antara lain :
a.
Air yang digunakan adalah thahur
(mensucikan)
b.
Orang yang berwudhu itu mumayyiz
c.
Tidak terdapat penghalang yang dapat
menghalangi sampainya air ke anggota wudhu yang hendak dibasuh
3. Syarat wajib
dan sahnya sekaligus antara lain :
Adapun syarat wajib dan sahnya
sekaligus, antara lain :
a.
Akil /
berakal
b.
Sucinya
perempuan dari darah dan nifas
c.
Tidak tidur
atau lupa
d.
Islam
c.
Fardu wudhu
Wudhu itu
mempunyai Fardhu dan rukun, rukun dari mana hakikatnya dapat tersusun dan
seandainya salah satu diantaranya ketinggalan, tiadalah wudhu itu terwujud dan
tidak dipandang sah menurut agama.
Perinciannya adalah sebagai berikut
:
a. Niat,
maksudnya ialah kemauan tertuju terhadap perbuatan,, demi mengharapkan
keridhoan Allah dan mematuhi peraturannya.
b. Membasuh
muka.
c. Mencuci
kedua tangan hingga siku.
d. Mengusap kepala.
e.
Mencuci
kedua kaki hingga mata kaki.
f.
Tertib
d.
Sunah - sunah wudhu
Yaitu ucapan atau perbuatan yang terus menerus
dilakukan oleh Nabi SAW, dan tiada pula dicegah orang meninggalkannya.
Adapun sunahnya wudhu ada 10 perkara
yaitu :
a.
Membaca
basmalah pada permulaannya.
b.
Membasuh
kedua telapak tangan sampai pada pergelangannya.
c.
Berkumur
sesudah membasuh kedua telapak tangan.
d.
Meratakan
didalam mengusap kepala.
e.
Mengusap
bagian kedua tangan.
f.
Memasukan
air ke dalam sela-sela rambut jenggot.
g.
Memasukan
air pada sela-sela jari tangan dan kaki.
h.
Mendahulukan anggota wudhu yang
kanan dari pada yang kiri.
i.
Mengulang 3
kali pada setiap anggota yang dibasuh atau diusap.
j.
Sambung-menyambung
e.
Yang
membatalkan wudhu
Ada berapa
hal yang menyebabkan batalnya wudhu dan menghalanginya untuk mencapai faedah
yang dimaksud. Sebagai berikut :
a. Sesuatu yang
keluar dari salah satu kedua jalan baik depan maupun belakang (Qubul / Dubur).
Termasuk didalamnya :
-
Kencing
-
Buang air
besar
-
Angin dubur
yakni kentut
-
Mani
-
Madzi
-
Wadi
b.
Tidur
nyenyak hingga tiada kesadaran lagi, tanpa tetapnya pinggul diatas lantai.
c.
Hilang akal,
baik karena gila, pingsan, mabuk, kesurupan, ayan, dll.
d.
Menyentuh
kemaluan tanpa ada batas dengan lawan jenis ataupun tidak
C.
MANDI
a. Penyebab mandi wajib
Mandi itu
diwajibkan atas 5 perkara :
a. Keluar air
mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-laki atau
wanita.
b. Hubungan
kelamin, yaitu memasukan alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita, walau
tidak sampai keluar air mani.
Firman Allah Ta’ala : “jika kamu junub, hendaklah kamu bersuci”.
c. Terhentinya
haid dan nifas.
d. Mati, bila
seorang menemui ajal wajiblah memandikannya berdasarkan ijma’.
e.
Orang kafir
bila masuk islam
b.
Rukun (Fardhu) dan Syarat-syarat Mandi
Besar.
Rukun mandi
besar ada 2 antara lain :
a. Niat
(bersamaan dengan membasuh permulaan anggota tubuh).
b. Membasuh air
dengan tata keseluruhan tubuh, yakni dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Sedangkan
syarat-syarat mandi besar yaitu Antara lain :
a. Beragama
islam
b. Sudah
tammyiz
c. Bersih dari
haid dan nifas
d. Bersih dari
sesuatu yang menghalangi sampainya air pada seluruh anggota tubuh seperti cat,
lilin dan sebagainya
e. Pada anggota
tubuh harus tidak ada sesuatu yang bisa merubah sifat air untuk mandi seperti
minyak wangi dan lainnya
f. Harus
mengerti bahwa mandi besar hukumnya fardhu (wajib)
g. Salah satu
dari rukun-rukun mandi tidak boleh di I’tikadkan sunah
h. Air yang
digunakan harus suci dan mensucikan
c.
Sunah-sunah mandi wajib
Disunahkan
bagi yang mandi memperhatikan perbuatan rosulullah SAW ketika mandi itu, hingga
ia mengerjakan sebagai berikut :
a. Mulai dari
mencuci kedua tangan hingga dua kali
b. Kemudian
membasuh kemaluan
c. Lalu
berwudhu secara sempurna seperti halnya wudhu buat sholat. Dan ia boleh menangguhkan membasuh kedua kaki sampai
selesai mandi, bila ia mandi itu pasutembaga dll.
d. Kemudian
menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali sambil menyela-nyela rambut
agar air sampai membasahi urat-uratnya.
e. Lalu
mengalirkan air keseluruh badan memulai sebelah kanan lalu sebelah kiri tanpa
mengabaikan dua ketiak, bagian dalam telinga, pusar dan jari-jari kaki serta
mengasah anggota tubuh yang dapat digosok
d. Hal – Hal yang makruh
dalam madi
Hal
– hal yang makruh dalam melakukan mandi di antaranya adalah :
1. Berlebih-lebihan dalam menggunakan air.
Rasulullah Salallahu’alaihi
Wasallam mandi dengan air seukuran satu sha’, yaitu empat mud (empat cidukan
telapak tangan).
2. Mandi
di tempat yang bernajis, karena dikhawatirkan terkena najis.
3. Mandi
dengan bekas air mandi istri.
Hal ini
berdasarkan larangan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wasallam akan hal itu,
sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
4. Mandi
tanpa ada penutup.
Hal ini bisa
seperti dinding atau semisalnya, berdasarkan perkataan Maimunah, “Aku
menaruh air untuk Nabi Salallahu’alaihi Wasallam dan aku menutupi beliau dan
beliau mandi,” (HR Al-Bukhari: 1/84).
Seandainya mandi tanpa ada penutup itu tidak makruh, tentu Maimunah tidak akan
menutupi Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wasallam karena beliau bersabda:
“Sesungguhnya
Allah Azza Wa Jalla itu Maha Pemalu, Maha Tertutup (Suci), dan mencintai sifat
malu, maka apabila salah seorang di antara kalian mandi, hendaklah dia menutupi
dirinya,” (HR An-Nasa’i: 1/200).
5. Mandi di air tergenang
yang tidak mengalir, hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad
Salallahu’alaihi Wasallam:
“Janganlah
seorang di antara kalian mandi di air yang tergenang, sedang dia mandi junub,”
(HR Muslim: 226). Wallahu’alam
bish shawwab.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Istinja` : (اسنتجاء) Secara bahasa,
istinja` bermakna menghilangkan kotoran. Sedangkan secara istilah bermakna
menghilangkan najis dengan air. Atau menguranginya dengan semacam batu. Atau
bisa dikatakan sebagai penggunaan air atau batu. Atau menghilangkan najis yang
keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur (pantat).
Istijmar (استجمار) : Istijmar adalah menghilangkan sisa buang air dengan menggunakan batu atau benda-benda yang semisalnya.
Istijmar (استجمار) : Istijmar adalah menghilangkan sisa buang air dengan menggunakan batu atau benda-benda yang semisalnya.
Secara garis besarnya
syarat istinja dan istijmar ada tiga yaitu :
1. Hilang
rasanya
2. Hilang
baunya
3. Hilang
warnanya
Wudhu menurut bahasa adalah kebersihan, sedangkan
menurut syariah adalah beribadah kepada Allah SWT, dengan membasuh empat
anggota badan dengan cara khusus. Oleh karena itu, orang yang membasuh anggota
tubuhnya untuk diajarkan kepada orang lain. Tidak di anggap wudhu karena,
menurut syariah, harus ada niat untuk ibadah kepada Allah SWT
Berwudhu ini tegas di syariatkan berdasarkan tiga
macam alasan :
Ø
Alasan
Pertama, kitab suci Al-Qur’an Firman Allah SWT.
“Hai
orang-orang beriman! Jika kami hendak berdiri melakukan
sholat, basuhilah mukamu dan tanganmu sampai kesiku, lalu sapulan kepalamu dan
basuh kakimu hingga dua mata kaki”. (Q.S. Al-Maidah : 6)
Ø
Alasan Kedua, Sunah. Di riwayatkan oleh Abu Hurairah ra.
Bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda :“Allah
tidak menerima sholat seseorang diantaramu bila ia berhadast, sampai ia
berwudhu”.
Ø
Alasan Tiga, Ijma’.
Telah terjalin kesepakatan kaum muslimin atas di syari’atkan wudhu, semenjak
zaman Rosulullah SAW. Hingga sekarang ini, hingga tak dapat disangkai lagi
bahwa ia adalah ketentuan yang berasal dari agama
Mandi itu
diwajibkan atas 5 perkara :
a. Keluar air
mani disertai syahwat, baik diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-laki atau
wanita.
b. Hubungan
kelamin, yaitu memasukan alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita, walau
tidak sampai keluar air mani.
Firman Allah Ta’ala : “jika kamu junub, hendaklah kamu bersuci”.
c. Terhentinya
haid dan nifas.
d. Mati, bila
seorang menemui ajal wajiblah memandikannya berdasarkan ijma’.
e.
Orang kafir
bila masuk islam
Mandi adalah
meratakan atau mengalirkan air keseluruh tubuh. Sedangkan mandi besar / junub
/wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang
mensucikan dengan mengalirkan air tersebut keseluruh tubuh mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadast
besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat.
DAFTAR PUSTAKA
·
Rasyid,
Sulaiman.2007. Fiqih Islam: Sinar
Baru Algensindo: Bandung
·
Sayyid, Sabiq.Abdullah dkk.1984.Fiqih sunnah jilid I.Mulyaco:Yogyakarta
·
http://choromaster.com/2013/08/21/fiqih-praktis-bab-6-mandi-wajib/
Oleh : M. Syarifuddin Hapsari
Irwano Boka
Husniyah
Oleh : M. Syarifuddin Hapsari
Irwano Boka
Husniyah
0 Comments