PROSEDUR TATA CARA DALAM WAWANCARA

Creswell (1998) menjelaskan bahwa prosedur wawancara seperti tahapan berikut ini:
  1. Identifikasi para partisipan berdasarkan prosedur sampling yang dipilih sebelumnya
  2. Tentukan jenis wawancara yang akan dilakukan dan informasi bermanfaat apa yang relevan dalam menjawab pertanyaan penelitian.
  3. Apakah wawancara individual atau kelompok terfokus, perlu dipersiapkan alat perekam yang sesuai, misalnya mike untuk kedua belah pihak baik pewawancara maupun partisipan. Mike harus cukup sensitif merekam pembicaraan terutama bila ruangan tidak memiliki struktur akustik yang baik dan ada banyak pihak yang harus direkam.
  4. Alat perekam perlu dicek kondisinya, misalnya batereinya. Kaset perekam harus benar-benar kosong dan tepat pada pita hitam bila mulai merekam. Jika perekaman sudah dimulai, yakinkan tombol perekam sudah ditekan dengan benar.
  5. Susun protokol wawancara, panjangnya kurang lebih empat sampai lima halaman dengan kira-kira lima pertanyaan terbuka dan sediakan ruang yang cukup di antara pertanyaan untuk mencatat respon terhadap komentar partisipan.Tentukan tempat untuk melakukan wawancara. Jika mungkin ruangan cukup tenang, tidak ada distraksi  dan nyaman bagi partisipan. Idealnya peneliti dan partisipan duduk berhadapan dengan perekam berada di antaranya, sehingga suara suara keduanya dapat terekam baik. Posisi ini juga membuat peneliti mudah mencatat ungkapan non verbal partisipan, seperti tertawa, menepuk kening, dsb.
  6. Ketika tiba di tempat wawancara, tetapkan inform consent pada calon partisipan.
  7. Selama wawancara, cocokkan dengan pertanyaan, lengkapi pada waktu tersebut (jika memungkinkan), hargai partisipan dan selalu bersikap sopan santun. Pewawancara yang baik adalah yang lebih banyak mendengarkan daripada berbicara ketika wawancara sedang berlangsung.
Byrne (2001) menyarankan agar sebelum memilih wawancara sebagai metoda pengumpulan data, peneliti harus menentukan apakah pertanyaan penelitian dapat dijawab dengan tepat oleh orang yang dipilih sebagai partisipan. Studi hipotesis perlu digunakan untuk menggambarkan satu proses yang digunakan peneliti untuk memfasilitasi wawancara, misalnya mewawancarai pengalaman ayah selama prosedur seksio sesarea perlu dilakukan dalam 48 jam setelah persalinan dan kemudian antara satu hingga dua bulan berikutnya.

    Wawancara perlu dilakukan lebih dari dua kali karena dua alasan utama. Pertama adalah pendekatan pengetahuan temporal. Istilah temporal maksudnya adalah istilah filosofis yang mendefinisikan bagaimana situasi dan pengetahuan orang saat itu dipengaruhi oleh pengalamannya dan bagaimana situasi saat itu akan menentukan masa depannya. Alasan kedua melakukan wawancara lebih dari satu kali adalah untuk memenuhi kriteria rigor (ketepatan/ketelitian). Selain itu juga memungkinkan peneliti mengkonfirmasi atau mengklarifikasi informasi yang ditemukan pada wawancara pertama. Melalui pertemuan ini hubungan saling percaya dengan partisipan semakin meningkat sehingga memungkinkan peneliti menyingkap pengalaman atau perasaan partisipan yang lebih pribadi.

    Jadi, secara umum wawancara terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama meliputi perkenalan, memberikan gambaran singkat proses wawancara dan membangun hubungan saling percaya. Tahap kedua merupakan tahap yang terpenting dengan diperolehnya data yang berguna. Tahap akhir adalah ikhtisar dari respon partisipan dan memungkinkan konfirmasi atau adanya informasi tambahan.

Post a Comment

0 Comments